Berita Trend Masa Kini.com, Jakarta – Autisme masih dianggap sulit terdiagnosis karena baru dianggap mencurigakan saat gejalanya muncu. Di sejumlah negara, metode deteksinya pun masih jarang digunakan.
Tetapi bukan berarti peneliti berhenti mencoba untuk mengembangkan metode terbaik untuk mempercepat diagnosis autisme. Salah satunya yang dilakukan oleh tim peneliti dari AS.
Adalah peneliti dari Rensselaer Polytechnic Institute, New York yang pertama kalinya mengembangkan tes darah untuk mendeteksi adanya autisme.
Tes darah ini digunakan untuk menganalisis biomarker atau penanda biologis yang muncul sebelum adanya perubahan terhadap perilaku anak dengan risiko autisme.
Juergen Hahn dan timnya menggunakan sampel darah yang dikumpulkan dari 83 pasien autisme yang berusia 10 tahun dari Arkansas Children’s Hospital dan membandingkannya dengan 76 anak sehat.
Ternyata terjadi perbedaan proses metabolik yang menonjol pada anak autisme dan yang tidak. Hal ini terlihat dari konsentrasi senyawa khusus yang dapat terlihat dari sampel darah.
Baca juga : Mengonsumsi 4 minuman ini sebelum tidur dijamin bikin badan kurus
Senyawa yang dihasilkan dalam proses metabolik tersebut antara lain FOCM (folate-dependent one-carbon metabolism) dan TS (transulfuration). Pada anak dengan autisme, keduanya mengalami perubahan yang signifikan.
Tidak tanggung-tanggung, peneliti mengklaim metode tersebut dapat membedakan anak dengan risiko autisme dan yang tidak dengan tingkat akurasi yang mencapai 98 persen.
“Kami kira ini satu-satunya metode yang dapat membedakan apakah seorang anak berada dalam spektrum autisme atau tidak. Kami belum melihat ada metode lain yang memiliki akurasi seperti ini,” ungkap Hahn seperti dilaporkan Science Daily.
Sejauh ini hanya ada beberapa metode deteksi autisme yang dikenal. Yang terbaru adalah dengan cara scan otak pada anak dengan risiko autisme. Terobosan lainnya adalah menggunakan tes visual atau penglihatan. Sejumlah peneliti juga meyakini risiko autisme pada anak bisa terlihat dari kemampuan bicaranya dan caranya mencium aroma tertentu.
Anak dengan autisme dikatakan tidak bisa membedakan mana aroma yang harum dan mana yang tidak. Bahkan dari percobaan sudah diketahui bahwa makin parah gejala autismenya, si anak akan semakin besar kecenderungannya untuk menghirup aroma yang tidak sedap lebih lama.