BERITA TREND MASA KINI – Suatu hari setelah pulang sekolah Martin Pistorius, yang ketika itu berusia 12 tahun mengeluh sakit tenggorokan, kemudian ia mulai berhenti makan, tidur hampir terus-menerus, dan akhirnya berhenti berkomunikasi. Ia didiagnosa menderita meningitis kriptokokus dan tuberkulosis otak. Secara bertahap ia mulai kehilangan kendali atas tubuhnya dan dinyatakan koma hingga 12 tahun kemudian sebelum akhirnya dia terbangun dari tidur panjangnya.
Lahi di Afrika Selatan tahun 1975 Martin Pistorius yang berusia 12 tahun mengeluh kepada ibunya tentang sakit tenggorokan dan sakit kepala, ibunya mengira bahwa Martin terserang flu biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, anak laki-laki yang biasanya sehat dan aktif ini mulai menunjukkan gejala yang jauh lebih serius, termasuk kehilangan kemampuan bicara dan kemampuan mengendalikan tubuhnya.
Para dokter tidak tahu bagaimana mendiagnosis penyakit misterius ini. Kesehatan Martin menurun drastis selama 18 bulan berikutnya, membuatnya mengalami koma mental yang menurut para profesional medis dapat berlangsung seumur hidupnya. Orangtuanya diminta untuk membawanya pulang, menjaganya agar tetap nyaman, dan merawatnya hingga ia meninggal karena kecil kemungkinan ia akan kembali seperti dirinya yang dulu.
Selama dekade berikutnya, Martin hidup dalam kondisi vegetatif, menghabiskan waktu bergantian antara rumah dan berbagai fasilitas perawatan dimana ia menghabiskan hari-harinya di atas tempat tidur dengan mesin dan alat kesehatan yang menopang hidupnya. Tempat tidurnya sengaja ditempatkan di depan TV yang memutar acara anak-anak “Barney & Friends” secara berulang-ulang selama berjam-jam.
Kondisi Martin tersebut merupakan tekanan mental dan finansial bagi keluarga dan pernikahan orang tuanya. Semua kebutuhannya seperti makan, mandi, dan berpakaian menjadi pekerjaan tambahan bagi ibu dan ayahnya atau staf perawatannya. Ia juga harus dibalikkan ke tempat tidur setiap dua jam agar ia tidak mengalami luka baring.
Rodney dan Joan, orangtua Martin sering dan terus-menerus bertengkar karena stres harus menggurus anak mereka yang secara medis rapuh dan membutuhkan perawatan 24 jam terus-menerus, hampir sampai pada titik perceraian. Itu sangat sulit sehingga Joan bahkan mencoba bunuh diri. Baginya, rasanya seolah-olah putranya telah meninggal. Secara fisik, ia masih hidup, tetapi putra yang dibesarkannya, telah meninggal dan sekarang ia berduka atas kehilangan itu.
Bahkan sempat Joan mengatakan kepada Martin secara langsung bahwa ia “harus mati”. Sebuah pernyataan yang akan disesalinya, terutama karena dia tidak menyadari bahwa Martin bisa mendengar dan memahaminya. Keluarganya diberi tahu bahwa ia tidak menyadari dunia di sekitarnya, tetapi ia mengatakan bahwa ia sebenarnya mulai terbangun beberapa tahun setelah ia jatuh sakit.
Meskipun otaknya berfungsi penuh, tidak ada cara untuk memberi sinyal kepada siapa pun bahwa sebenarnya martin ‘sadar’ di dalam tubuh yang tidak mau bekerja sama. Ia mencoba berkali-kali untuk menggeser tubuhnya untuk memberi sinyal kesadarannya. Namun, apa yang ia pikir sebagai gerakan besar sebenarnya hampir tidak terlihat dan ia menyadari tidak seorang pun dapat melihatnya. Selama bertahun-tahun, ia merasa seperti hantu. Ia bisa mendengar dan melihat segalanya, tetapi rasanya seperti ia tidak ada di sana. Ia merasa tidak terlihat.
Tentu saja Martin bisa mendengar dan memahami ketika ibunya mengatakan kepadanya bahwa ia harus mati. Ia mengakui ia merasa sangat terpukul, tetapi mengerti mengapa ibunya demikian.
“Itu menghancurkan hatiku. Tetapi pada saat yang sama, khususnya ketika aku telah mengatasi semua emosi, aku hanya merasakan cinta dan belas kasih untuk ibuku. Ibu sering merasa bahwa ia bukan ibu yang baik dan tidak dapat merawatku. Salah satu hal tersulit bagiku adalah aku tidak dapat mengatakan kepadanya bahwa, ‘Tidak, kamu hebat.’”
Hingga pada tahun 2001, secercah harapan menghampiri Martin. Seorang pekerja baru di pusat perawatannya mulai duduk dan berbicara dengannya. Seiring berjalannya waktu, pekerja tersebut mulai menangkap sinyal-sinyal kecil yang membuatnya menyadari bahwa Martin lebih peka daripada yang orang kira. Pekerja itu lalu mendesak orang tuanya untuk memeriksakannya di Pusat Komunikasi Augmentatif dan Alternatif di mana, untuk pertama kalinya, ia dapat menunjukkan kepada orang-orang bahwa ia mengerti.
Akhirnya Martin mampu berkomunikasi dengan bantuan peralatan khusus mengubah segalanya. Awalnya, ia terbatas pada ekspresi yang sangat mendasar seperti, “Saya tidak nyaman,” atau “Saya ingin minum sesuatu.” Seiring waktu ia menjadi lebih baik dalam menggunakan sistem komunikasinya, ia dapat berbicara lebih banyak. Dengan rangsangan dan pengalaman baru, tubuhnya tumbuh lebih kuat dan ia mulai bisa bergerak lagi. Ia mampu mendorong dirinya sendiri di kursi rodanya dan belajar mengemudikan mobil yang dilengkapi peralatan khusus yang dioperasikannya dengan tangannya.
Setelah lebih dari satu dekade terjebak dalam koma, Martin yang akhirnya terbangun mulai menata kembali hidupnya selangkah demi selangkah untuk mengejar ketertinggalannya dan beradaptasi dengan dunia nyata yang telah cukup lama ia tinggalkan. Dengan kesabaran dan ketabahan ia merajut kembali dunianya.
Kini Martin telah menikah, bekerja sebagai desainer web, dan mendapat perhatian dunia berkat otobiografinya, “Ghost Boy,” menceritakan kisah hidupnya yang luar biasa dengan bantuan perangkat yang mengucapkan kata-kata yang diketiknya ke dalam komputer. Ia juga pernah menjadi pembicara di TEDTalk dan acara-acara umum lainnya.