BERITA TREND MASA KINI – Pulau Hashima, yang terletak di lepas pantai Nagasaki dulunya merupakan salah satu kota terpadat dan juga merupakan pusat pertambangan batu bara yang berkembang pesat di Jepang. Namun pada tahun 1974 dalam hitungan minggu pulau ini ditinggalkan oleh seluruh penduduknya karena sebuah perristiwa. Sejak itu dan hingga hari ini pulau itu terbengkalai secara total. Lalu peristiwa apakah yang menyebabkan para penduduk meninggalkan pulau yang kini dikenal dengan Gunkanjima, yang secara harafiah berarti ‘pulau kapal perang’ ini?

Batubara yang ditemukan di pulau Hashima sangat kaya dan berkualitas tinggi. Hal ini menarik perhatian sejumlah perusahaan pada awal revolusi industri Jepang. Tiga perusahaan berbeda mulai menambang batu bara di sini, tetapi angin kencang dan kondisi cuaca ekstrem di pulau itu memaksa mereka untuk menghentikan operasi. Pada tahun 1890, Mitsubishi mengakuisisi tambang tersebut seharga 100.000 yen. Sebuah proyek inovatif baru akan membuat penambangan batu bara di pulau itu menjadi operasi yang menguntungkan.

Meskipun kondisi untuk bisa bekerja di pulau itu sangat sulit, namun berkat kemajuan teknologi terkini masalah itu pun sempat teratasi. Pada tahun-tahun hingga 1931, pulau itu diperluas secara artifisial beberapa kali dengan beton pemecah gelombang air laut untuk melindungi pulau itu. Berbagai fasilitas dibangun untuk menampung para penambang dan pekerja lainnya, sekaligus menyediakan semua kenyamanan yang diperlukan bagi keluarga mereka. Sebuah rumah sakit pun dibangun, diikuti oleh sebuah sekolah, beberapa tempat ibadah, dan bahkan sebuah gedung perjudian. Pada akhirnya, perumahanlah yang paling meninggalkan jejak dalam sejarah pulau itu. Pada tahun 1916, sebuah bangunan empat lantai yang merupakan bangunan flat pertama di dunia yang terbuat dari beton bertulang resmi dibuka.

Sayangnya, pulau itu tidak dapat mengibangi struktur baru yang didirikan di atasnya. Udara laut menciptakan suasana dengan kelembaban 95% dan asap batubara berterbangan bebas di udara, siang dan malam, dengan debunya yang menempel pada kulit penduduk berkat kelembaban yang konstan. Panasnya ekstrem dan udara yang sarat debu menyerang sistem pernapasan penduduk danĀ  sering menyebabkan terjadinya kebakaran.

Sebagai kompensasi dari kurangnya layanan dan fasilitas di pulai Hasima yang keras ini, penduduknya dan para pekerja tambang mendapatkan gaji yang jauh lebih besar daripada mereka yang tinggal di daratan utama. Banyak pekerja tambang yang berpenghasilan lebih besar daripada para eksekutif di Tokyo saat itu.

Ketika Jepang beralih dari batu bara ke minyak bumi pada tahun 1960-an yang mengakibatkan permintaan batu bara secara bertahap menurun dan juga persedian batu bara yang dapat diakses di Hashima habis, penduduk secara bertahap meninggalkan pulau itu. Puncaknya pada 20 April 1974 Mitsubishi menutup pabrik batu baranya, yang memaksa penduduk meninggalkan pulau itu. Selama tercatat sebagai pemilik pulau Hasima, Mitsubishi melarang siapa pun kembali ke pulau tersebut selama beberapa dekade. Perusahaan ituĀ baru memberikan pulau itu kepada kota Takashima pada tahun 2001. Sejak saat itu, pekerjaan membersihkan pulau dari puing-puing dan memperkuat struktur yang ada telah membuatnya lebih aman.

Pada tanggal 5 Mei 2015, UNESCO mempertimbangkan untuk mendaftarkan pulau Hasima sebagai bagian dari warisan revolusi industri Jepang selama era Meiji. Namun rencana UNESCO itu diprotes oleh Korea Selatan. Ternyata selama Perang Dunia II, Hashima digunakan sebagai penjara dan tempat kerja paksa bagi banyak warga Korea Selatan dan Tiongkok. Mereka ditawan di pulau itu dan dipaksa untuk melakukan tugas-tugas paling berbahaya yang merupakan bagian dari operasi penambangan. Melarikan diri dari pulau itu berarti kematian, dan Jepang tidak pernah mengakui tindakannya. Mendaftarkan pulau itu sebagai situs warisan dianggap sebagai langkah mundur yang monumental dalam upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Jepang. Meskipun sekarang telah tertulis dalam daftar situs UNESCO, kemungkinan untuk membatalkan nominasinya masih diperdebatkan dan itu merupakan sumber ketegangan diplomatik.

Kini pulau Hashima telah berubah menjadi pulau terbengkalai yang sangat populer di kalangan wisatawan yang tertarik untuk mengabadikan bangunannya yang rusak dan sejarahnya yang tragis, Pengunjung dapat menjelajahi area-area tertentu di bawah pengawasan ketat. Hashima juga telah menjadi magnet bagi penggemar cerita-cerita hantu. Beberapa orang percaya bahwa arwah para pekerja paksa masih berkeliaran di pulau itu, sementara yang lain mengaku telah mendengar bisikan dan langkah kaki di bangunan-bangunan yang terbengkalai. Penyelidik paranormal dan penjelajah melaporkan pengalaman-pengalaman yang menakutkan, yang semakin memperkuat reputasinya sebagai tempat berhantu.

By admin

RSS
Follow by Email